Jumat, 24 Februari 2012

Nasehat Yang Jitu untuk- penggemar Maksiat


Nasehat yang jitu untuk- penggemar maksiat
Add caption


Pada suatu hari Ibrahim bin Adham didatangi oleh seorang lelaki yang gemar melakukan
maksiat. Lelaki tersebut bernama Jahdar bin Rabi'ah. Ia meminta nasehat kepada Ibrahim
agar ia dapat menghentikan perbuatan maksiatnya.

Ia berkata, "Ya Aba Ishak, aku ini seorang yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolong
berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya!"

Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata, "Jika kau mampu melaksanakan lima syarat yang
kuajukan, aku tidak keberatan kau berbuat dosa."
Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang besar Jahdar balik bertanya, "Apa saja syaratsyarat
itu, ya Aba Ishak?"

"Syarat pertama, jika engkau melaksanakan perbuatan maksiat, janganlah kau memakan
rezeki Allah," ucap Ibrahim.
Jahdar mengernyitkan dahinya lalu berkata, "Lalu aku makan dari mana? Bukankah segala
sesuatu yang berada di bumi ini adalah rezeki Allah?"
"Benar," jawab Ibrahim dengan tegas. "Bila engkau telah mengetahuinya, masih pantaskah
engkau memakan rezeki-Nya, sementara Kau terus-menerus melakukan maksiat dan
melanggar perintah-perintahnya?"

"Baiklah," jawab Jahdar tampak menyerah. "Kemudian apa syarat yang kedua?"
"Kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di bumi-Nya," kata Ibrahim lebih
tegas lagi.
Syarat kedua membuat Jahdar lebih kaget lagi. "Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku
harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?"
"Benar wahai hamba Allah. Karena itu, pikirkanlah baik-baik, apakah kau masih pantas
memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sementara kau terus berbuat maksiat?" tanya
Ibrahim.

"Kau benar Aba Ishak," ucap Jahdar kemudian. "Lalu apa syarat ketiga?" tanya Jahdar
dengan penasaran.
"Kalau kau masih bermaksiat kepada Allah, tetapi masih ingin memakan rezeki-Nya dan
tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempar bersembunyi dari-Nya."
Syarat ini membuat lelaki itu terkesima. "Ya Aba Ishak, nasihat macam apa semua ini? Mana
mungkin Allah tidak melihat kita?"
"Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rezeki-
Nya, tinggal di bumi-Nya, dan terus melakukan maksiat kepada-Nya, pantaskah kau
melakukan semua itu?" tanya Ibrahin kepada Jahdar yang masih tampak bingung dan
terkesima. Semua ucapan itu membuat Jahdar bin Rabi'ah tidak berkutik dan
membenarkannya.

"Baiklah, ya Aba Ishak, lalu katakan sekarang apa syarat keempat?"
"Jika malaikat maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belum
mau mati sebelum bertaubat dan melakukan amal saleh."
Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari semua perbuatan yang dilakukannya selama
ini. Ia kemudian berkata, "Tidak mungkin... tidak mungkin semua itu aku lakukan."
"Wahai hamba Allah, bila kau tidak sanggup mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara
apa kau dapat menghindari murka Allah?"

Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya syarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir.
Ibrahim bin Adham untuk kesekian kalinya memberi nasihat kepada lelaki itu.
"Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat nanti,
janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!"

Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasihatnya. Ia menangis penuh
penyesalan. Dengan wajah penuh sesal ia berkata, "Cukup…cukup ya Aba Ishak! Jangan kau
teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan
beristighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah."

Jahdar memang menepati janjinya. Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia
benar-benar berubah. Ia mulai menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah
dengan baik dan khusyu'... subhanallah...

Selasa, 21 Februari 2012

Bertemu dan Berpisah karena-Nya// the best prennn...



the best prennn...//teman terbaik
Segala puji bagi Allah yang telah mentakdirkan segala bentuk pertemuan dan perpisahan. Yang telah menentukan segala bentuk kehidupan dan kematian. Agar manusia dapat bersyukur terhadap berbagai macam kenikmatan dan kelapangan sebelum datang kepadanya ujian berupa kesulitan.

Shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada nabi kita Muhammad Shalllahu ‘alaihi wasallam karena telah mengajarkan kepada kita makna sesungguhnya dari hidup dan kehidupan.

Telah menjadi ketentuan Allah bahwasanya manusia seluruhnya akan melewati berbagai perjalanan panjang menuju janji Allah Subhanahu wa ta’ala. Dari alam ruh kita dipindahkan ke alam rahim kemudian dilahirkan oleh ibu kita tercinta. Setelah menginjakkan kaki di dunia ini kita pun tumbuh. Dahulunya kita adalah bayi mungil kemudian beranjak remaja, dewasa, membangun keluarga kemudian menjadi renta hingga akhirnya kita semua akan mati.

Setelah mati kita pun dikubur sendiri dalam liang yang sempit dan sunyi. Kita berpindah ke alam barzakh untuk kembali melanjutkan perjalanan panjang kita menuju janji Allah Subhanahu wata’ala yaitu akhirat yang kekal abadi. Maka beruntunglah mereka yang semasa hidupnya selalu berada di bawah cahaya hidayah dan sungguh merugi mereka yang hari-harinya di dunia ini hanya terlukiskan oleh tinta-tinta kemaksiatan dan kedurhakaan kepada-Nya.

***

Dalam perjalanan kita di dunia ini. Tentunya kita hidup dalam sebuah lingkungan sosial. Dan sebagai makhluk sosial kita sangatlah membutuhkan teman dan pergaulan. Di sekolah, di tempat kerja ataupun di lingkungan tempat tinggal kita. Kita selalu berinteraksi dengan orang lain. Sehingga tak diragukan lagi bahwasanya teman dan pergaulan merupakan elemen yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter jiwa seorang manusia.

Islam, sebagai agama yang sempurna, sejak dahulu telah menjelaskan kepada kita tentang konsep pergaulan sosial yang ideal. Karena telah nyata dari masa ke masa bahwa pergaulan dengan teman atau masyarakat yang baik akan mendorong seseorang itu menjadi individu yang baik. Sebaliknya, bergaul dengan teman atau masyarakat yang buruk akan menyeret seseorang kepada keburukan demi keburukan. Cepat atau lambat. Rasulullah bersabda:

    “Perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Seorang penjual minyak wangi tidak akan merugikanmu baik kamu membeli minyak wangi tersebut atau tidak, engkau pasti akan mencium darinya aroma yang semerbak. Sementara dekat dengan pandai besi hanya akan membuat bajumu gosong atau paling tidak kau akan menghirup bau yang tidak sedap darinya”(H.R.Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits di atas kita dapat menyimpulkan bahwasanya dengan bergaul dengan teman yang baik kita juga akan menjadi baik. Kalaupun tidak menjadi baik, paling tidak kita akan memperoleh kebaikan yang dilakukannya. Sedangkan bergaul dengan teman yang jahat hanya akan membuat kita terjerumus ke dalam kejahatan. Kalaupun mungkin kita tidak terjerumus, paling tidak kita akan merasakan akibat dari kejahatan yang dia lakukan.

Begitu pentingnya masalah pergaulan ini sampai-sampai Rasulullah menjadikan teman sebagai salah satu parameter kepribadian seseorang. Dengan siapa seorang itu bergaul akan menjelaskan kepada kita gambaran kepribadian orang tersebut. Rasulullah bersabda:

    “Kondisi keagamaan seseorang sangat tergantung pada kondisi keagamaan temannya. Maka hendaknya kamu memperhatikan dengan siapa sebenarnya kamu tengah bergaul”(HR.Abu Daud, At-Tirmidzi dan Hakim dengan sanad Hasan)

Sebuah bait syair arab pun telah menyebutkan hal yang serupa:

    “Jangan kau tanya langsung tentang bagaimana seseorang itu, tapi cukup tanyakan bagaimana temannya, karena sesungguhnya seseorang itu akan mengikuti langkah-langkah temannya.”

Maka dari itu marilah kita kembali menata pergaulan kita dalam hidup ini. Dengan siapa kita bergaul dan dengan siapa kita memberikan loyalitas. Memang berat bagi seseorang untuk melepaskan diri dari lingkungan dan pergaulan yang buruk. Tapi marilah kita usahakan sejak sekarang. Mumpung semua belum terlambat. Sebelum pergaulan kita yang keliru menjerumuskan kita ke dalam penyesalan yang tiada akhir di akhirat kelak. Bukankanh Allah subhanahu wa ta’ala berfirman memperingatkan kita akan hal ini?!:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلا. يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلانًا خَلِيلا . لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلإنْسَانِ خَذُولا

    “Dan hari itu ketika orang yang zalim menggigit dua tangannya [karena menyesal], seraya berkata: “Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan itu sebagai teman akrabku. Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.”(Al-Furqan:27-29)

———–
Di antara bentuk pergaulan yang sangat menentukan masa depan suatu masyarakat adalah pergaulan dalam sebuah keluarga. Yaitu sejauh mana sebuah keluarga terbangun atas dasar saling mencintai karena Allah, setiap individu di dalamnya senantiasa patuh terhadap aturan-aturan Allah dan saling bekerjasama untuk mencapai Ridho-Nya. Tanpa itu semua maka sebuah keluarga hanya akan merusak setiap individu di dalamnya yang dengannya akan rusak pula kehidupan bermasyarakat.

Maka dari itu sejak awal proses membangun sebuah keluarga haruslah dilandasi oleh rasa saling mencintai karena Allah. Sehingga hubungan kasih sayang di antara anggota keluarga akan terus berlanjut hingga di akhirat kelak yang kekal abadi.

Tidakkah kita sering melihat keluarga yang dibangun hanya berdasarkan harta semata. Maka seiring berkurangnya harta maka hubungan cinta kasih sesama anggota keluarga pun akan berkurang. Kita juga sering melihat keluarga yang dibangun hanya atas dasar ketertarikan fisik antara sepasang suami-istri sahaja. Maka seiring pudarnya daya tarik jasmani karena termakan usia maka akan pudar pula kasih sayang diantara mereka berdua. Kita lihat pula sebagian keluarga yang dibangun demi mengejar status sosial yang terpandang. Maka kasih sayang diantara mereka pun tak kan abadi, ia akan berubah seiring putaran roda kehidupan yang tak pasti.

Beda halnya dengan sebuah keluarga yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah. Sepasang manusia bersatu demi sebuah cita-cita agung yaitu menggapai Ridho-Nya. Maka keluarga yang demikian ini akan memetik hasil yang mempesona tidak hanya di dunia yang fana ini namun berlanjut teruus hingga hari yang mana Allah telah berfirman tentangnya:

الأخِلاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ

    “Para kekasih pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”(Az-Zukhruf:67)

Sabtu, 11 Februari 2012

Catatan Sahabat, // Ketika Salah Satu dari kita mati





Mendadak dunia jadi sunyi. Rekaman nostalgia kehidupan kita mulai memantulkan gambarnya tepat ke tembok perenungan didepan kita. Seharusnya tembok itu putih bersih, tapi apa dikata, coretan-coretan telah membuat gambar terlihat sedikit buram tidak seperti yang seharusnya.

Seketika itu kita menjadi jujur. Sejujur tangisan bayi yang mengiba. Jujur kar’na tak ada lagi jalan tuk berdusta, dimana lisan dan hati enggan tuk berkata palsu. Tiada lagi makna yang relatif, tiada lagi tanda tanya, tiada lagi permainan, tiada lagi kepalsuan. Karena ketika itu tiada lagi kesempatan, yang ada hanya jawaban. Dan satu yang paling menyeramkan; “Tak berguna lagi penyesalan”. Nafas ketika itu begitu mahal hingga akhirnya tak terbeli. Ketika salah satu dari kita mati.

Pasti kita semua akan melintasi masa itu, sahabat. Masa dimana kita berpindah dari dunia yang butuh harta dan ini itu ke dunia lain yang hanya butuh iman. Ya.. Kau yang matanya tengah menatap rangkaian kata ini, tak lama lagi. Walau mungkin saja tertunda lebih sedikit dibanding aku. Atau sangat mungkin lebih cepat. Karena tak ada kata ‘lama’ disini. Di dunia yang serasa baru kemarin saja kita pertama kali menghirup udaranya, dan kita harus rela suatu saat udara itu enggan memenuhi paru-paru kita. Bukan ia tak mau, tapi izin tak bersamanya. Karena ia tau kita tak butuh udara ketika beranjak ‘pindah’.

Maaf sajalah jika sejenak aku ajak kalian berpindah alam. Berpindah sejenak dari hiruk pikuk kehidupan yang seringkali berhasil menipu kita dengan wajah manisnya, ia rayu kita untuk percaya bahwa kita akan selalu bersamanya.

Bukan maksudku mengajak kalian berputus harapan dalam kehidupan ini, sehingga nanti jangan-jangan kalian berkesimpulan ‘lebih baik menyepi di sudut hutan setelah mengebiri diri’. Bukan itu maksudku, sahabat. Yang kuingin hanyalah sebuah penyadaran, bahwa dia yang menggoda kita sedari dulu itu hanyalah ia yang buruk rupa dan akan binasa. Sihirnya telah membuat kita tertipu secara kasarnya dan melupakan sesuatu yang selainnya. Sesuatu yang sejatinya sempurna dan abadi, namun kebodohan dan tipu daya telah membuat kita meniggalkannya.

Oh… Ternyataa …..

    “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al-Qoshosh: 77)

    “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan MATI. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu belaka.”(Ali Imran 185)

Seketika kita jadi jujur. Sejujur tangisan bayi yang mengiba. Jujur kar’na tak ada lagi jalan tuk berdusta, dimana lisan dan hati enggan tuk berkata palsu. Tiada lagi makna yang relatif, tiada lagi tanda tanya, tiada lagi permainan, tiada lagi kepalsuan. Karena ketika itu tiada lagi kesempatan, yang ada hanya jawaban. Dan satu yang paling menyeramkan; “Tak berguna lagi penyesalan”. Nafas ketika itu begitu mahal hingga akhirnya tak terbeli.

Ketika salah satu dari kita mati…….

Minggu, 05 Februari 2012

Purwakarta kita malam hari


`Saya menuliskan ini di sebuah malam, dan saya mendengar suara jangkrik krik-krik-krik di luar jendela. Mungkin ia hinggap di salah satu dahan pohon rambutan tetangga., atau mungkin ia sedang berbaris bersama rekannya, karena baginya sekarang adalah saatnya bekerja. Sesekali sepeda motor dengan beragam suara yang keluar dari resonansi knalpot yang berbeda terdengar melintasi jalan komplek perumahan  ini. Sangat jarang.

Kini saya dengar suara kipas angin kecil yang saya beli beberapa bulan lalu ketika purwakarta benar-benar panas memeras tubuh ‘tuk diambil peluhnya. Dari tadi sebenarnya suara itu sudah ada. Tapi begitulah saya dan mungkin kebanyakan manusia; sering melupakan hal yang sebenarnya dekat bahkan menyatu dengan kehidupan. Bergerak kipas itu ke kiri dan ke kanan bersama parfum yang tergantung mengikuti irama.

Beberapa saat sebelum tidur, saya rasakan betapa indahnya Purwakarta
Tapi saya hidup hanya di satu titik kecil kota ini. Sangat kecil. Hanya di sebuah kamar kontrakan yang tidak besar. Padahal di sana banyak Purwakarta-purwakarta lainnya, yang begitu luasnya. Purwakarta lainnya mungkin sedang bernyanyi gila, mabuk, berhura-hura membunuh waktu bahkan berzina. Di kos-kosan yang tak jelas untuk pria atau wanita, di kelab-kelab malam, bahkan di lembah yang gelap gulita. Seakan umur milik mereka dan seakan maut dapat di tunda.

Satu per satu rumah-rumah penduduk, kos-kosan  dan warung makan yang tadinya masih buka memadamkan lampunya. Malam pun bergulir kembali menjadikan fajar sebagai sebuah kerinduan.
 Melihat bayangan ulang kehidupan hari ini, belajar memahami kesalahan untuk tak pernah mengulanginya. Dan di sini… Di kamar ini.

Saya sendiri….

 Dan tak pernah tahu berapa umur yang tersisa..

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah menciptakan diriku dan Engkau pula yang akan mewafatkannya kelak. Engkau memiliki hak untuk menghidupkan dan mematikan. Bila engkau membiarkan hidup diri ini, maka periharalah ia. Dan bila Engkau mematikannya, maka ampunilah ia. Ya Allah, aku memohon keselamatan kepada-Mu.” (Muslim). Doa sebelum tidur, Hisnul Muslim, hal:135.

Kamis, 02 Februari 2012

Rumput tetangga jauh lebih hijau daripada rumput sendiri








Padahal di sisi kehidupan yang lain kita melihat jutaan orang yang tengah sengsara; siang –malam teraniaya, disiksa, dibunuh sanak saudaranya, dirampas hak-haknya, hingga diinjak harga dirinya sebagai manusia. Di sisi lain dunia juga ada berjuta gelandangan, pengemis jalanan, mereka yang tidur di kolong jembatan, para kaum miskin-papa. Tiada punya suatu apa menurut ukuran kita.

Namun, di antara mereka ada yang masih bisa tersenyum tulus dan ucapkan “Alhamdulillah”. Mereka masih punya s-y-u-k-u-r dalam hatinya.

Lalu, mengapa kita tidak?!

Lihatlah mereka yang “di bawah” niscaya kita akan bersyukur…. Dan setelah syukur itu kita dapat, bahagiakanlah mereka itu, yang telah membantu kita memperoleh perasaan yang telah menjadikan jiwa
kita kaya raya. :)

Sabtu, 28 Januari 2012

Jagalah Hati. by Snada


Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai
Jagalah hati cahaya Illahi

Bila hati kian bersih
pikiranpun akan jernih
Semangat hidup nan gigih
Prestasi mudah diraih

Namun bila hati keruh
Batin selalu gemuruh
Seakan di kejar musuh
Dengan Alloh kian jauh

Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai
Jagalah hati cahaya Illahi

Bila hati kian suci
tak ada yang tersakiti
Pribadi menawan hati
dirimu disegani

Namun bila hati busuk
Pikiran jahat merasuk
Akhlak kian terpuruk
Jadi makhluk terkutuk

Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai
Jagalah hati cahaya Illahi

Bila hati kian lapang
Hidup sempit terasa senang
Walau kesulitan dagang
Dihadapi dengan tenang

Tapi bila hati sempit
Segalanya jadi rumit
Terasa terus menghimpit
Lahir batin terasa sakit